top of page

Hipertensi: Alternatif Terapi Alami


Indonesia 'Functional Medicine' Doctor: Hipertensi (credit image: www.flickr.com)

Artikel ini adalah bagian dari seri artikel tentang hipertensi. Klik disini untuk untuk membaca artikel lainnya.


Hipertensi merupakan salah satu kondisi yang sering ditemukan pada pemeriksaan kesehatan rutin, dan masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Menurut data Departemen Kesehatan (Riskesdas 2013), prevalensi hipertensi di Indonesia masih tergolong tinggi yakni 25,8 %.


Penelitian terbaru menunjukkan terjadinya peningkatan resiko kematian akibat penyakit jantung sebesar 46% dengan kondisi tekanan darah ‘normal tinggi’ (120-129/80-84mmHg). Resiko ini meningkat pada pria, sebesar 80 % tanpa melihat umur. (1)


Masalah ini diperberat dengan adanya penelitian skala besar oleh Diao D et al dalam Cochrane Database of Systematic Review yang menunjukkan bahwa terapi konvensional (dengan obat-obatan anti hipertensi) untuk hipertensi ringan (140-159/90-99 mmHg) nyatanya tak mampu menurunkan resiko komplikasi penyakit dan kematian akibat hipertensi. (2)


Kenyataan ini didukung oleh fakta di lapangan yang banyak saya temui. Sebagai seorang dokter, saya sering mendapat beberapa jenis pertanyaan yang sama dari pasien atau kerabat, seperti:


“Dok, saya sudah mengkonsumsi obat anti hipertensi selama 5 tahun, apakah harus saya minum terus seumur hidup?”

“Dok, kalau saya minum obat tensi saya turun, tapi kalau tidak minum lalu naik lagi, apa harus minum terus?”

“Dok, adakah cara lain menurunkan tensi selain minum obat?”


Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan saya jawab dengan satu kalimat:

“Anda perlu minum obat hanya jika perubahan pola makan dan gaya hidup tak mampu menurunkan tensi anda”



Hipertensi sesungguhnya bukanlah suatu penyakit yang berdiri sendiri. Hipertensi dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan hormonal, gangguan organ lain (ginjal, tiroid) dan tidak tepatnya pola makan dan gaya hidup. Hipertensi merupakan suatu sinyal yang memberi tahu anda bahwa tubuh anda tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Ada ketidakseimbangan yang terjadi disana, masalah dasar inilah yang harus ditemukan dan diperbaiki.


Jadi, terapi hipertensi bukan melulu dengan obat dan seharusnya justru di fokuskan pada cara yang lebih alami dulu, yakni perubahan pola makan dan gaya hidup. Obat anti hipertensi pada kenyataannya hanya mampu mengatasi gejalanya saja (kenaikan tensi) tanpa menghilangkan akar penyebabnya.


Beberapa Cara Alami Menurunkan Tekanan Darah


Kurangi konsumsi gula

Konsumsi gula yang tinggi pada diit keseharian terbukti meningkatkan resiko hipertensi, dan mengurangi konsumsi gula terbukti mampu menurunkan tekanan darah. (3)


Tingkatkan konsumsi makanan mengandung potassium

Potasium telah terbukti mampu menurunkan tekanan darah pada orang normal maupun pada pasien hipertensi. (4)


Meskipun suplementasi dengan potasium klorida telah banyak dikenal dapat membantu menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi, namun resiko kelebihan potasium juga mudah terjadi. Kelebihan potasium akan menyebabkan kondisi yang disebut dengan hiperkalemia, yang mudah terjadi pada orang dengan gangguan fungsi ginjal. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh He FJ et al menunjukkan bahwa efek suplementasi dengan potasium klorida dapat dicapai pula dengan konsumsi makanan tinggi potasium sitrat. (5)


Potasium sitrat banyak terdapat di dalam bahan makanan jenis umbi-umbian, sayuran hijau dan buah-buahan seperti pisang dan keluarga jeruk. Efek negatif hiperkalemia sendiri sangat sulit terjadi pada konsumsi makanan tinggi potasium sitrat. Kita ambil contoh pisang. Sebuah pisang mengandung sekitar 422 mg potasium sitrat, sedangkan kebutuhan potasium per individu per hari pada orang dewasa sendiri mencapai 4700 mg, setara dengan memakan 42 pisang dalam sehari, sesuatu yang mustahil dilakukan oleh orang pada umumnya.


Tingkatkan konsumsi makanan tinggi magnesium

Meskipun efek hipotensi (menurunkan tekanan darah) pada suplementasi magnesium tak sebesar potasium, namun konsumsi makanan tinggi magnesium juga mampu membantu menurunkan tekanan darah. Bahkan, kolaborasi magnesium dan potasium terbukti mampu menyaingi efek terapi obat anti hipertensi, ditambah dengan menurunkan konsumsi garam dalam tingkat sedang. (6)

Makanan sumber magnesium tinggi contohnya coklat, kacang-kacangan, biji-bijian dan sayuran hijau.


Garam, haruskah konsumsinya dikurangi juga?

“Bagaimana dengan garam dok, apa memang benar harus dihindari?”

Pertanyaan ini juga sering saya dapatkan. Anjuran untuk mengurangi bahkan menghindari garam telah sering kita dengar, dikaitkan dengan kondisi hipertensi.

Pada kenyataannya, sejarah menunjukkan bahwa garam telah digunakan selama ribuan tahun sebagai bahan penambah rasa. Kebutuhan akan garam cenderung meningkat di masa neolitik, saat dimana manusia mulai belajar bercocok tanam. Sebelum masa neolitik (masa prasejarah), manusia hidup dengan cara berburu, mereka memenuhi kebutuhan garamnya dari konsumsi daging hasil buruan dalam jumlah besar. Namun, saat mulai berhenti berburu dan belajar cocok tanam, manusia perlu mendapatkan asupan garam dari luar yang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhannya.


Sebenarnya mengapa garam digunakan? Apakah tubuh manusia memang memerlukannya?

Sodium (garam), suatu komponen ekstra seluler yang merupakan nutrisi penting untuk menjaga volume plasma darah sehingga perfusi jaringan tetap adekuat dan metabolisme sel berjalan lancar. Selain berfungsi sebagai pengatur metabolisme sel, sodium bersama kalium berperan penting dalam system persarafan. Perubahan konsentrasi kedua ion ini menyebabkan tersalurnya sinyal dari satu neuron ke neuron berikutnya, menimbulkan transmisi saraf dan pergerakan mekanis.


Apabila terjadi defisiensi sodium, manusia akan mengalami hyponatremia seperti edema otak, koma, gagal jantung kongestif, kolaps system jantung-pembuluh darah diikuti kehilangan banyak darah secara akut.


Jadi, sangat jelas bahwa garam sangat penting untuk keberlangsungan hidup manusia.


Mengapa di jaman modern konsumsi garam cenderung meningkat?

Konsumsi garam masyarakat dunia termasuk Indonesia di masa modern cenderung meningkat karena maraknya trend makanan minuman kemasan, cepat saji atau pabrikan. Manusia banyak menggantungkan kebutuhan pangannya pada processed food. Sedangkan dahulu kala, ketika manusia masih ada di jaman dimana produksi makanan dan minuman sebagian besar dipenuhi sendiri oleh setiap keluarga di rumah, konsumsi garam cenderung stabil dan tak berlebihan karena garam kebanyakan hanya digunakan sebagai pelezat masakan rumahan.


Rentang batas aman konsumsi garam per individu per hari sesuai anjuran WHO adalah kurang dari 5 gram/indvidu/hari. Anjuran tersebut diperkuat dengan adanya penelitian di dalam Journal of American Medical Association (JAMA) yang dilakukan pada tahun 2011 menunjukkan bahwa konsumsi garam di luar rentang 3-5 gram/hari berkaitan erat dengan meningkatnya kejadian penyakit jantung-pembuluh darah. (7)


Nah, melihat kenyataan ini, dapat disimpulkan bahwa apabila seseorang berada dalam kondisi normal (tidak berada dalam kondisi kesehatan tertentu yang membutuhkan restriksi garam), berusaha memenuhi kebutuhan pangan kita sendiri di rumah dan menghindari processed food, maka restriksi atau pengurangan konsumsi garam mungkin tak perlu dilakukan.


Dalam artikel berikutnya, kita akan membahas tentang apa saja yang bisa anda lakukan untuk menurunkan tekanan darah anda, sebelum anda memutuskan untuk minum obat.

69 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page