top of page

Apa Yang Sebenarnya Terjadi Dalam Ketidakseimbangan Hormonal


Ketidakseimbangan Hormonal | Kedokteran Fungsional (Functional Medicine) Indonesia | Qorry Agustin



Gangguan Hormonal


Kita sering mendengar kata-kata ‘gangguan hormonal’, bahkan saking seringnya kondisi tersebut terdengar wajar. WAJAR atau UMUM bukan berarti NORMAL.


Skenario yang sering terjadi:


Seorang pasien datang ke dokter dengan keluhan...


“Dok, sudah dua bulan ini menstruasi saya tidak teratur”


Atau


“Dok, keputihan saya mengapa hilang timbul tak kunjung sembuh?”


Atau


“Dok, ada benjolan di payudara saya dan saya punya kista indung telur, apakah ini berhubungan? Dulu sudah pernah operasi tapi mengapa kambuh lagi?”


Dokter kemudian melakukan beberapa macam pemeriksaan dan menyampaikan kesimpulannya, “Ini karena faktor hormonal bu, silahkan minum obat ini (anti nyeri, anti radang, antibiotik atau obat hormon) lalu kista jika mengganggu sebaiknya dioperasi saja”


“Banyak dokter melakukan terapi hormonal tanpa mengecek terlebih dulu, meskipun lebih simple dan cepat tapi langkah ini bisa saja fatal. Semisal seorang pasien datang dengan keluhan yang mengarah ke dominasi estrogen, maka dokter akan berpikir bahwa perlu diseimbangkan dengan progesteron dan dia hanya akan memberi progestoron tanpa melakukan tes hormon secara keseluruhan, ini juga akan berbahaya jika ternyata pasien tersebut sebenarnya mengalami gangguan tiroid yang biasanya berkaitan dengan dominasi estrogen. Jadi kita perlu melakukan tes lengkap meliputi semua hormon dan bila perlu juga melihat faktor lain sehingga kita benar-benar bisa menentukan akar penyebabnya dan mengatasinya dengan tepat, tidak hanya menduga-duga yang akhirnya justru dapat memperburuk masalah.” Carrie Jones, ND (Precision Analytical Medical Director)



Gejala-gejala Ketidakseimbangan Hormonal


Nyeri kepala berkepanjangan, gangguan menstruasi termasuk PMS (ya, PMS itu tak normal, anda seharusnya tak perlu mengalaminya), keputihan abnormal, berat badan naik cepat atau sulit naik, rambut rontok, kecemasan, depresi, kista atau tumor (jinak atau ganas) di organ reproduksi maupun payudara, penebalan rahim, peradangan pintu rahim (cervix) hingga jerawat adalah sedikit dari sekian banyak gejala (ingat, GEJALA, bukan suatu penyakit yang berdiri sendiri) dari adanya suatu kondisi yang disebut ‘ketidakseimbangan hormonal’.


Jadi, bila itu semua hanya gejala, operasi atau obat bukanlah jalan keluar terbaik. Mengapa? Bila kita mengobati gejala dari suatu masalah dengan obat atau operasi namun kita tidak menangani akar masalah utamanya, maka setelah beberapa waktu, gejala tersebut akan kembali lagi.


Jadi, langkah yang seharusnya dilakukan adalah mencari dan menemukan akar masalah gangguan hormonal anda dan mengatasinya sehingga gejala yang muncul akan berkurang bahkan hilang dengan sendirinya.


Penyebab Ketidakseimbangan Hormonal


1. Masalah di Hipotalamus & Hipofisis.


Hipotalamus adalah suatu area di otak kita yang berfungsi mengontrol regulasi hormonal tubuh manusia. Adanya kelainan disana tentu mengakibatkan fungsinya abnormal. Penelitian menunjukkan, kondisi cidera kepala yang mengenai hipotalamus atau area di dekatnya dapat menimbulkan ketidakseimbangan hormonal. (1) Selain cidera kepala, tumor yang muncul di area ini juga dapat menimbulkan kelainan hormonal. (2) (3)


2. Masalah komunikasi antar otak (hipotalamus & hipofisis) dengan organ-organ penghasil hormon (kelenjar endokrin)


Hipotalamus dan hipofisis bertugas mengirimkan sinyal ‘menghasilkan atau tidak menghasilkan hormon’ pada organ-organ penghasil hormon (kelenjar endokrin). Terdapat 3 kelenjar endokrin utama dalam tubuh manusia, yakni:

  • Kelenjar Tiroid

  • Kelenjar Adrenal

  • Kelenjar Gonad (kelenjar endokrin penghasil hormon sex) yakni Ovarium dan Testis.


3. Masalah kelenjar endokrin

  • Kelainan di kelenjar tiroid: hipo atau hipertiroid dan tumor (jinak/ganas (kanker)).

  • Kelainan kelenjar adrenal (hiperplasi adrenal kongenital, tumor adrenal)

  • Kelainan kelenjar gonad (testis & ovarium)


4. Masalah di sistem tubuh yang lain seperti pencernaan.


Tak banyak yang memahami bahwa pencernaan kita sangat berperan penting dalam sistem regulasi hormon. Adanya gangguan pencernaan seperti ketidakseimbangan mikroba usus serta radang kronis dan infeksi pada sistem pencernaan akan menimbulkan gangguan regulasi hormonal yang kemudian muncul sebagai gejala hormonal. Sebagai contoh, penelitian menunjukkan bahwa di dalam usus manusia terdapat koloni bakteri yang mampu mempengaruhi metabolisme hormon estrogen. Koloni bakteri ini kemudian dikenal dengan sebutan ‘Estrobolome’. Estrobolome dapat mengatur metabolisme estrogen di hati dimana mereka mampu membongkar ‘paket’ estrogen yang tadinya siap dibuang lewat urin, kembali bersirkulasi di dalam tubuh. Tentunya hal ini mengakibatkan gejala dominasi estrogen (estrogen dominance) seperti tumor dan kanker payudara, endometriosis, PMS, dll.


“Ketidakseimbangan hormonal merupakan bagian dari masalah kesehatan yang lebih besar yang sangat penting untuk diselidiki sehingga akar masalah dapat ditemukan dan diatasi dengan tujuan utama menyembuhkan, bukan hanya mengurangi gejalanya.”


Bagaimana cara menyelidiki masalah utamanya?


“Test Don’t Guess”


Untuk benar-benar dapat mengatasi masalah hormonal secara tuntas, kita harus mengetahui kadar hormon dalam tubuh dengan pasti (berbentuk data angka) dan memeriksa hal-hal terkait secara mendetail. Sistem hormonal tubuh kita faktanya dikontrol oleh berbagai organ yang saling berkaitan erat, jika ada satu saja kelenjar endokrin yang terganggu maka keseluruhan sistem hormonal akan terganggu.


Sebagai contoh, seseorang dengan hormon stress yang tinggi (kortisol) dalam jangka waktu cukup lama, juga akan mengalami masalah di hormon reproduksinya, sehingga akan muncul gejala-gejala terkait sistem reproduksi seperti terganggunya pola menstruasi, infertilitas, dorongan sex menurun, dll. Gejala-gejala inilah yang biasanya menyebabkan seseorang datang ke dokter. Dalam praktek Kedokteran Konvensional (Conventional Medicine), dokter hanya akan memberikan obat hormon (untuk menormalkan kembali pola mens) atau obat lainnya sebagai pengurang gejala, dokter juga akan menyarankan untuk mengurangi stress. Namun apakah itu cukup??


Tentu tidak.


Pemberian obat hormonal sintetis tanpa adanya data lengkap tentang kondisi hormon-hormon itu sendiri melalui pemeriksaan laboratorium, sangatlah berbahaya. Obat hormonal tersebut justru dapat memperburuk masalah. Contohnya dalam kasus ini, seseorang datang pada dokter konvensional dengan gejala terganggunya pola menstruasi yang sesungguhnya disebabkan oleh tingginya hormon kortisol (apabila kortisol tinggi maka produksi hormon sex seperti estrogen dan progesteron dapat terhambat), namun dokter tersebut hanya mendiagnosa adanya defisiensi estrogen karena gejala-gejala yang timbul mengarah ke defisiensi estrogen tanpa melakukan tes hormon secara keseluruhan. Hal ini menyebabkan akar masalah utama (tingginya kortisol) tak diketahui sehingga dokter hanya menangani pasien tersebut dengan memberikan obat hormon berupa estrogen.


Oke, sampai disini tampaknya masalah teratasi bukan? Nah, tunggu dulu.


Pemberian estrogen sintetis pada kasus defisiensi estrogen, memang akan mengurangi gejala-gejala terkait defisiensi estrogen, sementara. Namun, jika masalah utama berupa tingginya kortisol tidak diatasi maka setelah obat hormon estrogen tersebut habis, tak lama kemudian defisiensi estrogen akan kembali lagi. Parahnya, estrogen sintetis lebih sulit dieliminasi dari tubuh kita, sehingga ini akan menyebabkan masalah tambahan bagi mereka yang punya kelainan genetis terkait metabolisme estrogen, akibatnya cukup mengerikan. Telah banyak penelitian menunjukkan adanya hubungan antara pemberian terapi hormonal dengan peningkatan resiko dan kejadian keganasan di payudara maupun organ lain. (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)


Jadi penyelesaian terbaik?


Penyelesaian terbaik adalah dengan melakukan tes hormonal komplit yang dapat menilai kadar hormon-hormon penting di dalam tubuh: Apakah dia diproduksi atau tidak, optimalkah produksinya dan optimalkah metabolisme dan proses pembuangannya setelah tak dipakai. Dengan demikian, dokter bisa benar-benar menentukan akar masalah utama pasien dan menyarankan terapi yang paling tepat, apakah cukup dengan perubahan diet dan lifestyle, perlukah suplementasi ataukah memang perlu terapi hormon.


“Dengan melakukan tes hormonal lengkap, kita juga bisa mengetahui pola metabolisme hormon mana yang ditempuh oleh tubuh kita, karena baik pria maupun wanita bisa menempuh dua pola metabolisme, normal atau abnormal. Malangnya, pola metabolisme hormonal yg abnormal bisa membawa kita pada jalan yang mulus menuju kanker terkait reproduksi, seperti kanker servix, endometrium, ovarium, prostat atau kanker payudara. Dalam functional medicine, jika seseorang mengarah pada jalur kanker ini, hal ini sangat bisa dicegah jauh sebelum kanker berkembang.” Carrie Jones, ND (Precision Analytical Medical Director)


Kelebihan Tes Hormon Lengkap Metode Urin Kering (Dried Urine)


Untuk memeriksa kadar hormonal di Indonesia, saat ini yang paling banyak digunakan adalah metode pemeriksaan hormon dengan pengambilan serum darah. Namun sebenarnya ada 4 macam metode yang digunakan untuk memeriksa hormon di dunia, yakni: pemeriksaan hormon melalui pengambilan serum darah, saliva (air liur), urin basah 24 jam (urin pasien dikumpulkan di dalam kantong) dan urin kering (pemeriksaan menggunakan sampel urin yang dikeringkan seperti pada pemakaian test pack kehamilan). Masing-masing metode pemeriksaan memiliki fungsinya sendiri, namun pemeriksaan dengan sampel urin kering merupakan metode yang paling efektif dan paling mudah dilakukan. Berikut saya berikan gambaran tentang keempat metode pemeriksaan hormonal:


1. Serum darah: Pemeriksaan hormon melalui serum darah merupakan metode yang paling umum dilakukan namun masih memiliki kekurangan. Metode ini tak dapat membaca berbagai metabolit hormon yang dikeluarkan melalui urin, padahal dengan mengetahui kadar metabolit hormon ini, dokter dapat menentukan seberapa efektif metabolisme hormon yang terjadi di dalam tubuh pasien yang sangat terkait dengan penegakan diagnosa dan terapi.


2. Saliva (air liur): Pemeriksaan hormon melalui pengambilan air liur memiliki kekurangan tak mampu memeriksa level Estradiol (E2), (yang merupakan estrogen primer) dengan cukup valid. E2 yang dapat dinilai melalui air liur hanya sedikit sekali jika dibandingkan dengan level E2 yang dapat diperiksa dalam urin. Selain itu, tingkat keakuratannya juga sangat bergantung pada metode apusan air liur yang digunakan oleh laboratorium pemeriksa. Selain itu metode ini juga tak dapat memeriksa kadar metabolit hormon cortisol, yang merupakan standar pemeriksaan untuk mengetahui produksi cortisol total. Cortisol merupakan hormon stres, mengetahui kadar hormon ini secara keseluruhan dalam tubuh sangat penting untuk menilai respon tubuh kita terhadap stress dan seberapa besar pengaruhnya pada tubuh.


3. Urin basah 24 jam: Pemeriksaan hormon melalui pengumpulan urin selama 24 jam cukup repot untuk dilakukan karena membuat pasien tidak nyaman dengan harus membawa kantong penampung urin selama 24 jam. Meskipun demikian, metode ini sebenarnya cukup bermanfaat karena dapat mengukur kadar metaboit hormon. Kekurangan metode ini selain merepotkan juga mayoritas laboratorium tak mengukur kadar cortisol bebas (free cortisol), hanya cortisol total. Pada pemeriksaan testosteron, bila terdapat kelainan genetis (yang banyak dialami ras asia) dalam proses metabolismenya, akan menimbulkan hasil tes yang tampak rendah (pemeriksaan urin kering mampu mendeteksi adanya kelainan ini).


4. Urin kering: Pemeriksaan hormon metode urin kering sejauh ini merupakan yang paling lengkap, efektif dan sangat mudah dilakukan sehingga sangat nyaman bagi pasien dan dokter. Prosedur pemeriksaan dapat dilakukan oleh pasien sendiri di rumah, persis seperti saat menggunakan test pack untuk kehamilan. Selain mudah, metode ini juga menguji paling banyak jenis hormon dan metabolitnya, sehingga sangat memudahkan dokter menyimpulkan kondisi tubuh pasien dan merencanakan terapi yang tepat. Selengkapnya tentang metode urin kering dapat anda lihat disini.


Perlukah tes lain?


Tubuh manusia merupakan satu kesatuan sistem, itulah mengapa masalah hormonal bisa saja tidak berdiri sendiri namun merupakan suatu akibat dari problem kesehatan lain yang lebih dalam, seperti ketiga penyebab yang telah kita bahas di awal. Inilah mengapa Kedokteran Fungsional (Functional Medicine) sangat penting perannya untuk menemukan akar permasalahan yang sesungguhnya. Tentu saja, jika dengan melihat hasil tes hormon dokter mencurigai adanya masalah lain dibalik itu, maka seharusnya dokter akan menyarankan anda untuk memeriksa parameter laboratorium fungsional lain agar masalahnya benar-benar dapat teratasi dengan sempurna. Contoh kasus yang paling sering menyebabkan kelainan hormonal adalah masalah pencernaan. Masalah pencernaan paling banyak disebabkan oleh ketidakseimbangan mikroba usus atau kebocoran dinding usus. Keduanya sangat mampu menimbulkan ketidakseimbangan hormon. Dengan pemeriksaan kedokteran fungsional yang menyeluruh, dokter dapat melihat adanya kemungkinan masalah pencernaan sebagai akar masalah yang dialami, sehingga pemeriksaan lab fungsional yang juga perlu dilakukan adalah pemeriksaan feses komprehensif (comprehensive stool test) maupun SIBO breath test. Jika hasil lab mendukung adanya masalah pencernaan, maka rencana terapi yang dibuat haruslah mengutamakan pemulihan fungsi pencernaan terlebih dahulu, dengan demikian masalah hormonal akan berangsur teratasi. Tahap selanjutnya barulah dokter akan memberikan terapi lanjutan yang mentarget sistem hormonal spesifik sehingga proses pemulihan hormon dapat dicapai lebih cepat dan sempurna.


Melihat contoh kasus diatas, dapat kita simpulkan bahwa jika akar masalahnya adalah gangguan di sistem lain yang menyebabkan timbulnya gejala hormonal, maka pemberian obat hormon, anti nyeri, anti radang atau vitamin saja tidak akan menyelesaikan masalah bukan?


Masalah hormonal memang cukup kompleks, tidak sesimpel perkataan dokter “Ini karena hormonal bu…”


Bila tidak diatasi dengan tepat, akibatnya bisa saja fatal. Sebaiknya jangan meremehkan keluhan hormonal yang anda alami, bicaralah segera dengan dokter praktisi kedokteran fungsional untuk mencari akar penyebabnya sehingga dapat teratasi dengan tuntas.




180 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page