top of page
dr. Qorry Agustin

Vitamin D Bisa Mencegah Bayi Kuning?


Indonesia 'Functional Medicine' Doctor: Sinar matahari dengan prekusor vitamin D

Minggu lalu saya mengunjungi seorang ibu yang baru saja melahirkan bayinya secara sesar (cesarean birth). Di sana saya dibombardir lagi dengan pertanyaan tentang adakah hubungan antara status vitamin D ibu selama masa kehamilan dengan meningkatnya resiko hiperbilirubinemia (bayi kuning) pada bayi baru lahir. Sudah beberapa kali saya mendapat pertanyaan serupa dan saya belum bisa memberikan jawaban yang pasti karena saya pribadi belum melakukan penelitian mendalam terhadap bukti-bukti ilmiah terkait topik ini.


Semakin penasaran, saya akhirnya mulai menjelajah, menggali informasi dan menelaah jurnal-jurnal ilmiah. Akhirnya sekarang saya bisa menyampaikan pada anda semua hasil telaah jurnal saya di sini. Namun sebelum kita membahas tentang hubungan vitamin D dengan kejadian newborn jaundice, mari kita lihat lagi apa sebenarnya newborn jaundice atau kuning pada bayi baru lahir itu.


Kasus hiperbilirubinemia (icterus, jaundice) pada bayi merupakan suatu hal yang normal akibat metabolisme bilirubin dan fungsi hati bayi yang belum matur. Kadar bilirubin akan mencapai puncaknya di hari 10-15 setelah kelahiran dan kemudian mulai menurun dengan sendirinya. Meskipun hal ini normal, namun beberapa bayi dapat mengalami ikterus yang berat dengan kadar bilirubin melebihi rentang batas normal. Penumpukan bilirubin di otak pada kasus ikterus berat dapat merusak sel-sel otak hingga menyebabkan kematian.


Mengingat begitu ketatnya pengawasan terhadap bayi kuning yang mana melibatkan pengambilan sampel darah beberapa kali dan juga fototerapi yang tentunya tidak terlalu nyaman bagi orang tua si bayi melihat anaknya harus melewati seluruh proses hingga kadar bilirubinnya kembali normal, banyak orang tua lalu mempertanyakan dapatkah hiperbilirubinemia dicegah bahkan sebelum kelahiran?


Beberapa hal bisa dilakukan oleh ibu hamil untuk menurunkan resiko bayi kuning paska kelahiran, yakni dengan melakukan cek laboratorium pada masa kehamilan untuk mengetahui faktor resiko yang ada seperti inkompatibilitas golongan darah, adanya kelainan atau penyakit kronis pada ibu dan rendahnya level vitamin D darah ibu terutama di trimester akhir. Khusus tentang hubungan vitamin D dengan hiperbilirubinemia bayi baru lahir, akan kita bahas lebih lengkap di sini.


Newborn Jaundice (Bayi Kuning) Berhubungan dengan Defisiensi Vitamin D Ibu Selama Kehamilan


Sebuah studi case-control terupdate yang dirilis oleh Pubmed di tahun 2016 menyatakan bahwa level vitamin D serum kelompok bayi baru lahir yang mengalami hiperbilirubinemia cenderung lebih rendah secara signifikan dibanding kelompok kontrol (bayi baru lahir tanpa hiperbilirubinemia). Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara hiperbilirubinemia indirek dan level vitamin D serum. (1)


Penelitian dilakukan di Iran terhadap 30 bayi baru lahir berumur 2-10 hari yang mengalami hiperbilirubinemia dengan 30 bayi baru lahir sehat tanpa hiperbilirubinemia sebagai kelompok kontrol, beserta ibu mereka.


Di dalam penelitian ini, peneliti menemukan bahwa:

  1. Level rerata 25(OH)D pada bayi baru lahir dan ibunya tidak terkait secara signifikan dengan status bilirubin.

  2. BMI ibu pada bayi yang mengalami kuning ternyata lebih tinggi secara signifikan dibanding kelompok ibu dengan bayi normal (p=0.041)

  3. Nilai rerata level vitamin D pada bayi kuning lebih rendah 10 mg/ml dibanding kelompok bayi normal. (p<0.05)

Meskipun demikian, keterbatasan dalam penelitian ini yang mana hanya dilakukan dengan jumlah sample yang kecil dan hanya berupa studi observasi membuat para peneliti tidak bisa membuktikan hubungan sebab akibat antara status vitamin D dengan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir. Penelitian lebih lanjut diperlukan dengan jumlah sampel lebih besar dan masa pengukuran vitamin D yang lebih lama hingga usia bayi mencapai 15 hari.


Beberapa penelitian sebelumnya juga telah mengkonfirmasi hubungan antara level vitamin D selama masa kehamilan dengan kemungkinan hiperbilirubinemia terhadap ibu dan janin. Sebuah penelitian yang dilakukan di Australia pada tahun 2011 yang dimuat oleh Pubmed menunjukkan bahwa konsentrasi 25(OH)D serum bayi baru lahir tergantung dari level 25(OH)D yang bersirkulasi di dalam serum ibu selama masa kehamilan utamanya di trimester akhir. (2)


Penelitian lain menemukan bahwa suplementasi vitamin D selama 6 minggu pada ibu hamil dengan diabetes gestasional menurunkan angka kejadian polihidramnion dan hiperbilirubinemia bayi baru lahir, dibandingkan dengan plasebo. (3)


Beberapa penemuan yang menunjukkan adanya hubungan antara asupan vitamin D ibu hamil dan kejadian hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir, memberikan kesimpulan pada kita bahwa asupan gizi dan nutrisi ibu selama masa kehamilan juga harus mempertimbangkan adanya kandungan vitamin D yang adekuat baik dari sumber pangan, kecukupan paparan sinar matahari maupun suplementasi vitamin D. (4)


Vitamin D selama ini cukup sering terlupakan dari daftar kecukupan gizi yang perlu dicapai oleh masyarakat Indonesia, utamanya pada ibu hamil. Tidak banyak dokter atau bidan yang menekankan pentingnya asupan vitamin D selama kehamilan pada saat ANC. Adanya bukti-bukti ilmiah yang menunjukkan manfaat asupan vitamin D yang adekuat selama kehamilan semoga dapat membuat kita semua setidaknya lebih aware dan bisa melakukan perubahan yang tepat.


Apa yang ada di kepala anda setelah membaca telaah jurnal ilmiah ini? Apa kesimpulan dan keputusan yang anda ambil, apakah anda memutuskan untuk lebih memperhatikan asupan vitamin D anda selama kehamilan? Silahkan ceritakan pengalaman anda pada kolom komentar.

264 views0 comments
bottom of page